Naik Kelas Menjadi Cerdas Finansial

Oleh Prof. Dr. Budi Frensidy  Guru Besar Keuangan dan Pasar Modal FEB UI.

Berdasarkan survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun lalu, indeks literasi keuangan masyarakat kita Indonesia menunjukkan perbaikan. Indeks tersebut naik menjadi 38,0% dari sebesar 29,7% di tahun 2016. Memang, posisi indeks tersebut masih terhitung rendah. Meski begitu, kita tetap harus memberikan apresiasi atas usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah, OJK, dan para pelaku industri jasa keuangan, dalam meningkatkan literasi dan inklusi keuangan ini.

Dengan terciptanya literasi keuangan, masyarakat Indonesia dapat menentukan produk dan layanan jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Masyarakat juga bisa memahami dengan benar manfaat dan risiko, serta hak dan kewajiban yang melekat pada produk dan jasa tersebut.

Tetapi akan lebih baik bila masyarakat bukan sekedar paham dan mengerti mengenai produk dan jasa keuangan. Lebih dari hanya sekedar menjadi literate secara keuangan, para sarjana dan lulusan sekolah menengah di Indonesia mestinya dapat menjadi cerdas finansial. Untuk bisa naik kelas menjadi cerdas finansial ini, seseorang perlu memahami matematika keuangan.

Ada dua kriteria agar seseorang bisa menjadi cerdas finansial. Pertama, orang tersebut harus pintar sebagai kas defisit atau sebagai debitur. Ini termasuk pintar dalam menghadapi bank. Kedua, orang tersebut juga harus sekaligus lihai sebagai kas surplus atau investor.

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka orang tersebut memerlukan tiga kompetensi, yaitu kemampuan melakukan perencanaan keuangan sendiri, keahlian dalam menentukan valuasi aset dan kapabilitas dalam urusan berutang dengan bank.

Kesamaan dari ketiga kompetensi tersebut adalah kita harus memahami variabel-variabel yang mempengaruhi ketiga kompetensi tersebut. Umumnya ada lima variabel yang biasa digunakan, yaitu nilai di masa depan, nilai di saat ini, periode akumulasi dana, asumsi yield yang bisa diperoleh serta besar setoran yang perlu dilakukan secara periodik.

Dalam menerapkan ketiga kompetensi tersebut, biasanya akan diberikan empat variabel dan diminta menghitung variabel yang kelima. Dari empat variabel tersebut, satu variabel dapat saja diasumsikan nol. Dalam menentukan valuasi aset, masih ada variabel keenam yaitu g (tingkat pertumbuhan).

Selain mencari variabel yang tidak diketahui, orang yang cerdas secara finansial juga akan mampu menyusun banyak skedul seperti skedul, seperti skedul perencanaan keuangan (sinking fund), skedul angsuran KPR atau KPA, hingga skedul amortisasi agio atau disagio obligasi.

Perencanaan Keuangan

Kasus umum dalam perencanaan keuangan adalah seseorang berencana untuk memiliki sejumlah uang untuk tujuan tertentu di masa depan dengan memanfaatkan uang yang dimiliki di masa kini. Katakanlah orang tersebut ingin memiliki uang Rp500 juta di masa depan (FV).

Dana tersebut rencananya ia alokasikan untuk tujuan seperti uang pensiun, biaya kuliah anak, serta jalan-jalan keliling dunia. Ia akan menyiapkan dana masa depan tersebut dengan dana yang dimiliki saat ini (PV). Periode akumulasi dana tersebut, misalnya 10 tahun (n). Lalu, asumsi yield yang dapat diperoleh (i) kita asumsikan sebesar 5% per annum (p.a).

Jadi ada beberapa kemungkinan persoalan dalam melakukan perencanaan keuangan. Persoalan pertama adalah mencari besar setoran periodik atau anuitas (A), dengan diberikan empat variabel lainnya, yaitu FVni, dan PV. Jika orang tersebut memulai perencanaan keuangan tanpa dana awal, maka PV = 0.

Persoalan kedua dalam perencanaan keuangan adalah mencari nilai dana di masa depan atau jumlah yang akan dimiliki (FV). Untuk menjawab pertanyaan itu, bisa gunakan empat variabel lainnya.

Alternatif persoalan lainnya adalah menghitung PV, yaitu dana awal yang perlu disiapkan saat ini. Persoalan lainnya juga bisa berupa mencari besaran yield yang harus diperoleh (i) atau mencari jumlah periode investasi yang dibutuhkan (n), jika variabel lainnya diketahui.

Dengan kalkulator finansial atau menggunakan program excel, semua persoalan di atas akan dapat diselesaikan dalam hitungan detik.

Valuasi Aset

Persoalan utama dalam menentukan valuasi aset adalah kita ingin mencari nilai atau ingin mencari harga wajar dari sebuah aset. Selain menggunakan lima variabel yang telah disebutkan sebelumnya, dalam perhitungan valuasi masih ada variabel (tingkat pertumbuhan). Variasi lain dalam penentuan valuasi aset adalah diberikan harga sebuah aset (PV), kemudian kita diminta menghitung yield yang bisa diperoleh investor (i).

Contohnya, mana yang lebih menarik, apakah menerima uang pensiun sebesar Rp500 juta sekali saja pada hari ini atau menerima uang pensiun senilai Rp5 juta setiap bulan terus-menerus? Contoh persoalan lainnya, berapakah harga wajar sebuah rumah kos-kosan yang mampu memberikan kas bersih Rp10 juta setiap bulannya?

Atau, berapa yang Anda bersedia bayar untuk saham yang baru saja memberikan dividen Rp100 dan diprediksi akan tumbuh 10% setiap tahunnya? Berapa nilai sebuah obligasi korporasi yang memiliki kupon 9% p.a. dan akan jatuh tempo dalam waktu delapan tahun lagi? Berapakah yield yang akan diperoleh jika investor tersebut membeli obligasi tadi pada harga 120%?

Dalam kelas-kelas magister (S-2) saya di FEB-UI, baik kelas Manajemen Keuangan, Manajemen Keuangan Lanjutan, maupun Teori Keuangan & Ekonomi Manajerial, lebih banyak mahasiswa yang tidak mampu menjawab dengan benar pertanyaan-pertanyaan di atas. Bahkan termasuk ketika ujian dilakukan dari rumah dengan sistem buka buku dan komputer.

Sangat disayangkan jika ternyata banyak sarjana akuntansi dan keuangan calon magister ternyata masih belum cerdas finansial, karena belum belajar atau tidak memahami matematika keuangan.

Personal Finance

Persoalan finance ini terkait dengan persoalan berhubungan dengan perbankan. Untuk urusan berutang dengan bank, variabel-variabel permasalahan yang dihadapi menjadi lebih mudah. Pasalnya, biasanya FV dan g diasumsikan nol.

Ini karena kredit konsumen dengan FV ≠ 0 atau bullet payment hampir tidak ada di sini. Aplikasinya adalah kita dapat menghitung kapasitas berutang seseorang atau saldo utang seorang debitur bank pada periode tertentu (PV) dan menghitung besar angsuran (A) untuk KPR maupun KPA.

Namun, yang paling penting adalah kemampuan menghitung bunga efektif (i). Contohnya, sebuah produk berharga Rp10 juta dapat dibeli dengan angsuran sebesar Rp1 juta setiap bulan dalam kurun waktu selama satu tahun (12 kali).

Dalam kasus tersebut, berapakah tingkat bunganya? Bagaimana jika ada uang muka 20% dan sisanya dilunasi dengan 10 angsuran bulanan Rp1 juta? Jika ternyata untuk pembelian barang yang dilakukan secara tunai pembeli mendapat potongan tunai sebesar 10%, sementara untuk pembelian kredit tidak ada fasilitas serupa, lantas menjadi berapa besar bunga efektifnya?

Contoh lainnya, berapa yield efektif dari tawaran membayar uang sekolah tahunan di muka sekaligus dengan diskon 1 bulan, sehingga pada dasarnya siswa hanya membayar uang sekolah 11 bulan di awal tahun pelajaran? Bagaimana pada dengan yield dari tawaran diskon dua bulan untuk yang pelanggan yang membayar keanggotaan TV kabel setahun di muka? Anda akan kaget jika mengetahui jawaban-jawabannya.

Modal agar seseorang tidak gampang dibohongi oleh bank dengan seluruh produk inovatif dan kreatifnya adalah dengan menguasai matematika keuangan. Lebih dari itu, Anda bahkan bisa membongkar trik dan kebohongan yang ada di produk-produk tersebut.

Untuk membantu masyarakat Indonesia bisa naik kelas menjadi cerdas finansial, saya telah menulis beberapa buku dan seratus lebih artikel seputar hal ini. Dalam mempelajarinya, ingatlah selalu ada satu tujuan, dua kriteria menjadi cerdas finansial, dan tiga kompetensi. 

* Tulisan ini telah dimuat koran Kontan, rubrik Bursa – Wake Up Call, halaman 4, yang berjudul “Naik Kelas Menjadi Cerdas Finansial” Edisi: Senin, 9 November 2020.

Siapkan Dana Pensiun, Tenang Di Hari Tua

Setiap orang yang pernah bekerja pasti akan mengalami masa pensiun, namun tidak banyak perusahaan yang mempunyai program pensiun bagi karyawannya. Padahal, pada saat kita tua nanti kita mungkin sudah tidak seproduktif saat masih muda untuk memiliki penghasilan yang mencukupi kebutuhan sehari-hari. Dengan asumsi masa pensiun rata-rata orang Indonesia yang mencapai …